Powered By Blogger

Sabtu, 25 Januari 2014

Penggunaan retorika "perang" Australia pada RI dikecam

Sabtu,  25 Januari 2014  −  09:43 WIB

Penggunaan retorika
Ilustrasi hubungan Indonesia dan Australia
Sindonews.com – Penggunaan istilah retorika berupa kata-kata seperti “perang” yang disampaikan Pemerintah Australia kepada Indonesia dalam hal mengamankan wilayah perbatasan menuai kecaman.

Paul Dibb, penulis utama buku putih pertahanan Australia menyayangkan cara penggunaan kata-kata diplomasi yang disampaikan pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott itu.

"Ini disayangkan bahwa pemerintah kita menggunakan kata-kata seperti 'perang' dan orang Indonesia juga berbicara tentang jet mereka yang mencapai wilayah Australia,” kata Dibb kemarin.

”Saya tidak berpikir pernyataan ini sangat membantu. Sudah waktunya bagi kedua belah pihak untuk menggunakan bahasa yang lebih terukur dan diplomatik,” lanjut Dibb, seperti dikutip The Australian, Sabtu (25/1/2014).

Peter Jennings, mantan pejabat senior di Pertahanan Australia, yang sekarang aktif di Australia Strategic Policy Institute, mendesak kedua pemerintah untuk memperbaiki hubungan pertahanan, sebelum mengalami kerusakan yang lebih lanjut. ”Ini tragis,” kata Jennings, menggambarkan situasi hubungan antara Indonesia dan Australia.

Polemik baru ketegangan Australia dan Indonesia sejatinya dipicu tindakan kapal-kapal  Angkatan Laut Australia yang melanggar wilayah perairan Indonesia ketika mengusir perahu para pencari suaka. Australia mengklaim tindakan itu tidak sengaja, meski media Australia pernah menyebut pelanggaran itu terjadi tujuh kali dalam sebulan.

Pelanggaran itu membuat Pemerintah Indonesia gusar. Menkopolkam, Djoko Suyanto, pernah mengatakan, Tony Abbott harus paham dan mengerti apa arti kedaulatan Indonesia yang telah dilanggar.

Komentar Menteri Djoko itu dibalas Abbott ketika berada di Forum Ekonomi Dunia di Swiss, di mana Abbott terang-terangan mengatakan, bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  harus mengerti soal kedaulatan Australia, di mana pasukan Australia berusaha keras mengusir perahu para pencari suaka yang melanggar kedaulatan mereka.

Muhaimin

Militer RI siaga, Australia bergeming

Kamis,  23 Januari 2014  −  13:58 WIB

Militer RI siaga, Australia bergeming
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott (Herald Sun)
Sindonews.com – Pemerintah Australia bergeming meskipun militer Indonesia siaga untuk berpatroli menjaga kedaulatan wilayah RI. Sikap tegas Indonesia itu sebagai reaksi keras atas pelanggaran kedaulatan yang dilakukan kapal-kapal militer Australia saat mengusir para pencari suaka.

Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, seperti dilansir Sydney Morning Herald, Kamis (23/1/2014), mengatakan, Australia berhak untuk melindungi perbatasannya dan akan terus melakukannya, terlepas dari kekhawatiran Indonesia atas pelanggaran teritorial yang pernah terjadi sebelumnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Djoko Suyanto, dalam situs Polkam, menegaskan pemerintah Australia di bawah pimpinan Tonny Abbot juga harus paham dan mengerti apa arti kedaulatan RI yang dilanggar begitu saja oleh Angkatan Laut Australia.

”Pengembalian pencari suaka yang sudah masuk wilayah negara mana pun (termasuk Australia), maka negara tersebut harus mengelolanya sesuai amanat konvensi PBB," kata Djoko, kemarin.

Namun, Abbott bergeming dengan kegusaran Indonesia, karena apa yang dilakukan Angkatan Laut Australia juga untuk melindungi kedaulatannya.”Menghentikan perahu (pencari suaka) adalah masalah kedaulatan,” katanya.

Komentar Abbot itu disampaikan saat ia menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Swiss. ”Menghentikan perahu (pencari suaka) adalah masalah kedaulatan dan Presiden Yudhoyono harus mengerti. Jadi kami akan terus melakukan apa yang berhak kita lakukan untuk mengamankan perbatasan kita,” kata Abbott.

(mas)

Muhaimin

Selasa, 04 Desember 2012

Iran klaim berhasil sergap drone AS

Esnoe Faqih Wardhana
Drone ScanEagle (FARS)
Drone ScanEagle (FARS)
Iran mengklaim telah berhasil menangkap pesawat tak berawak (drone) milik Amerika Serikat (AS) yang terbang di wilayah udara negara itu. Drone bertipe ScanEagle itu dipergoki sedang mengumpulkan informasi di atas perairan Teluk dan telah memasuki wilayah udara Iran

Drone itu lalu ditangkap oleh unit Angkatan Laut Pengawal Revolusi Islam (IRGC), sebut laporan kantor berita FARS, Selasa (4/12/2012). Laporan ini tak menjelaskan bagaimana proses penangkapan drone itu dan kapan drone itu ditangkap.

"Ini adalah jenis drone yang biasanya diluncurkan dari kapal-kapal besar," kata Ali Fadavi, Komandan Angkatan Laut IRGC. Seorang Juru Bicara Angkatan Laut AS mengatakan, mereka telah mengetahui berita penangkapan drone itu.

ScanEagle ini diproduksi oleh Boeing Co. Menurut website perusahaan itu, drone itu memiliki panjang 1,2 m dan lebar sayap 3 m. Pada November silam, AS menyatakan pesawat tempur Iran menembaki drone AS yang terbang di wilayah udara internasional.

Iran sendiri mengatakan, drone itu telah memasuki wilayah udaranya dan akan menanggapi secara tegas setiap gangguan asing di wilayah udara Iran.

Masih pada November, Duta Besar Iran untuk PBB, Mohammad Khazaee, menulis surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon. Surat ini berisi keluhan tentang pelanggaran berulangkali yang dilakukan AS di wilayah udara Iran.

Khazaee menyebut tindakan AS ini sebagai tindakan ilegal dan provokatif. “Selama Oktober, drone AS telah tujuh kali memasuki wilayah Iran di sekitar Bushehr, daerah di mana pembangkit listrik nuklir Iran berada,” kata Khazaee.

Iran: NATO tak perlu terlibat konflik regional

Esnoe Faqih Wardhan
Peluncur rudal Patriot NATO
Peluncur rudal Patriot NATO
Iran mendesak NATO untuk tidak terlibat dalam konflik regional, seperti yang dilakukan NATO dengan menempatkan sejumlah rudal Patriot di daerah perbatasan Turki dan Suriah.

“Keterlibatan NATO dalam konflik Timur Tengah akan berakhir dengan ketegangan baru,” sebut Ketua Parlemen Iran, Ali Larijani, Selasa (4/12/2012), seperti dikutip dari the star.

Menurutnya, keputusan NATO untuk menggelar sistem rudal Patriot di wilayah Turki, tidak akan membantu menyelesaikan konflik regional. Namun, justru akan menimbulkan reaksi dari pihak-pihak yang terlibat.

Iran mengaku terus menjalin kontak dengan oposisi Suriah guna memecahkan masalah secara damai dan untuk melaksanakan reformasi di negara Arab.

“Republik Islam Iran mendukung demokrasi di Suriah. Tapi, demokratisasi tidak boleh dipaksakan oleh tangan-tangan yang berkuasa dan diikuti oleh negara-negara Barat,” lanjut Larijani. Ia menambahkan, pertumpahan darah dan pertikaian di Timur Tengah harus segera dihentikan.

Pemerintah Suriah bantah gunakan senjata kimia

Esnoe Faqih Wardhana
Pemberontak Suriah (sbs.com.au)
Pemberontak Suriah (sbs.com.au)
  Pemerintah Suriah membantah telah menggunakan senjata kimia untuk menyerang basis pemberontak. Kementerian Luar Negeri Suriah menekankan, Senin (3/12/2012), bahwa dalam keadaaan apapun, Pemerintah Suriah tidak akan menggunakan senjata kimia pada rakyatnya sendiri.

Pernyataan Kemenlu Suriah ini dilayangkan sebagai tanggapan atas pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton, yang memperingatkan Presiden Bashar al-Assad untuk tidak menggunakan senjata kimia dan menegaskan AS siap untuk bertindak jika ia mengabaikan peringatan itu.

"Suriah telah berulang kali menekankan secara langsung kepada AS, atau melalui teman-teman Rusia, bahwa kami tidak akan menggunakan senjata tersebut, bahkan jika memang ada, terhadap orang-orang dalam keadaan apapun," lanjut pernyataan Kemenlu Suriah.

Menurut pernyataan itu, Pemerintah Suriah membela rakyat negeri itu terhadap aksi terorisme, terkait dengan al-Qaeda yang didukung oleh negara-negara yang memiliki kepentingan, termasuk AS sendiri.

Jet tempur Arab Saudi jatuh, pilot menghilang

Esnoe Faqih Wardhana
Jet tempur F-15 Arab Saudi
Jet tempur F-15 Arab Saudi
Sebuah jet tempur F-15 milik Royal Saudi Air Force jatuh di teluk selama latihan rutin, Minggu (2/12/2012) malam. Hingga kini, pilot jet tempur itu belum ditemukan.

“Pesawat yang jatuh itu lepas landas dari Pangkalan King Abdulaziz, di Provinsi Timur Kerajaan Arab Saudi. Pesawat ini dipiloti oleh Letnan Fahd bin Falih al-Masarir,” sebut sebuah pernyataan Kementerian Pertahanan Arab Saudi.

Menurut Kementerian Pertahanan Arab Saudi, jet tempur F-15 itu turun di sekitar perairan Arab Saudi. Tak dijelaskan, apakah sebelum jatuh ke laut, pilot sempat menggunakan fasilitas kursi lontar atau tidak.

“Pihak berwenang sedang menyelidiki penyebab kecelakaan tersebut,” lanjut pernyataan Kementerian Pertahanan Arab Saudi. Saat ini, Angkatan Udara Arab Saudi memiliki jet-jet tempur buatan Amerika Serikat dan Inggris.

Tahun lalu, Washington mengumumkan kesepakatan senilai USD29,4 miliar untuk penjualan 84 jet F-15 ke Royal Saudi Air Force. Terakhir kali Royal Saudi Air Force terlibat dalam pertikaian adalah pada 2009-2010, ketika memberantas pemberontakan Houthi, di Yaman.

Militer Kolombia tewaskan 20 gerilyawan FARC

Esnoe Faqih Wardhana
Gerilyawan FARC Kolombia
Gerilyawan FARC Kolombia
  Militer Kolombia menewaskan 20 gerilyawan FARC dalam sebuah serangan udara dan darat dekat perbatasan Ekuador, Senin (3/12/2012). Ini adalah serangan paling mematikan yang dilancarkan militer Kolombia, pasca pembicaraan damai antara Pemerintah Kolombia dengan pemberontak FARC.

Militer Kolombia melancarkan serangan udara pada tiga kamp FARC yang terletak di Barat Daya Provinsi Narino. Serangan udara ini diikuti dengan serangan darat.

"Seusai serangan, kami menemukan banyak jenazah manusia. Kami sedang mengidentifikasi jenazah-jenazah itu. Ada lebih dari 20 orang yang tewas dalam serangan ini. Tapi, angka itu bisa lebih tinggi lagi,” kata Jenderal Leonardo Barrero, Kepala Komando Pasukan Gabungan Kolombia, seperti dikutip dari the star.

Barrero mengatakan, sejauh ini pasukan keamanan baru bisa mengidentifikasi enam jenazah pemberontak FARC. Narino adalah contoh sebuah daerah yang menjadi masalah klasik di Kolombia. Kekuasaan Pemerintah Kolombia sangat lemah Narino.

Akibatnya, daerah ini jadi tempat yang ideal untuk produksi narkoba. Narino juga dikenal sebagai daerah miskin. Kawasan seperti ini sangat ideal untuk tumbuhnya kelompok-kelompok militan.

Saat ini, tengah berlangsung pembicaraan damai antara Pemerintah Kolombia dengan FARC di Kuba. Meski negosiasi damai tengah diupayakan, namun Pemerintah Kolombia memang menyatakan tetap akan melakukan operasi militer terhadap basis FARC.