Powered By Blogger

Rabu, 21 November 2012

Sikapi konflik Gaza, media sosial hadapi kondisi dilematis

Yesi Syelvia 
Serangan Israel ke Gaza  (RIA Novosti)
Serangan Israel ke Gaza (RIA Novosti)
  Pihak-pihak yang bertikai di Jalur Gaza, tak hanya berperang di dunia nyata. Mereka juga melancarkan serangan lewat media sosial di dunia maya. Perusahaan berbasis teknologi, seperti Facebook dan Twitter terjebak dalam sebuah persimpangan tentang perang di media sosial.

"Media sosial seperti Twitter dan Facebook angkat tangan dalam mengatur segala hal yang diposting. Hal itu ibarat sebuah lereng yang sangat licin," ungkap Ellyn Angelotti, anggota Poynter (lembaga jurnalisme nonprofit di Florida).

Seperti diketahui, pengguna Twitter tidak diizinkan memposting suatu hal yang bersifat ancaman kekerasan secara spesifk kepada pihak lain. Pengguna Twitter juga dilarang memanfaatkan Twitter untuk melakukan kegiatan pelanggaran hukum.

Tapi, tidak jelas apakah Twitter melarang para penggunanya mengeluarkan ancaman kepada pihak lain secara langsung atapun tidak langsung. Jika benar, maka kedua belah pihak yang bertikai di Gaza telah melanggar aturan tersebut.

Seperti diketahui, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Hamas secara sengaja memanfaatkan jejaring sosial untuk mencoba membentuk opini publik dengan menampilkan foto-foto grafis anak-anak terluka atau terbunuh dalam konflik, mengeluarkan peringatan serangan, dan memposting video serangan.

Sebelum melancarkan serangan Operasi Benteng Pertahanan, IDF sempat mengancam Hamas dan menyuruh semua anggota Hamas bersembunyi lewat akun Twitter IDF.

"Kami merekomendasikan pada Hamas untuk menghentikan serangan, baik dalam tingkat rendah atau di level senior Hamas. Dan jangan ada pihak yang menampakan muka mereka dalam beberapa hari mendatang," ungkap IDF dalam akun Twiitternya, Rabu (14/11/2012).

Hamas yang tidak terima dengan ancaman tersebut menanggapi Tweet IDF, "Tangan kami diberkati dan kami akan menjangkau pemimpin dan prajurit Isreal di manapun kalian berada (kalian telah membuka pintu neraka yang ada dalam diri kalian sendiri)," ungkap Hamas dalam akun Twiiter milik sayap militernya, Brigade al Qassam.

Benedict Evans, seorang analis dari perusahaan media Enders Analysis mengatakan kepada BBC, perang media yang dilakukan oleh IDF dan Hamas menempatkan Twitter dalam posisi yang sulit. "Di satu sisi mereka ingin mempertahankan image sebagai media yang tidak mengedit setiap postingan, di sisi lain mereka punya beberapa aturan yang harus ditaati," kata Evans.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar