Perang Dingin
Presiden AS Ronald Reagan (kiri) dan Sekretaris Jenderal Soviet Mikhail
Gorbachev, mantan pemimpin negara adidaya saingan Perang Dingin itu,
bertemu di Jenewa pada tahun 1985
Perang Dingin (
bahasa Inggris:
Cold War,
bahasa Rusia:
холо́дная война́, kholodnaya voyna, 1947–1991) adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara
Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut
Blok Barat) dan
Uni Soviet (beserta sekutunya disebut
Blok Timur) yang terjadi antara tahun
1947—
1991.
Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer;
ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan
pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan;
dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan
perang nuklir,
yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri
diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman
dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara
kedua negara adikuasa tersebut.
Pasukan Amerika di Vladivostok, Agustus 1918, selama intervensi Sekutu dalam Perang Saudara Rusia.
Pasca-perang zona pendudukan Sekutu di Jerman.
Setelah AS dan Uni Soviet bersekutu dan berhasil menghancurkan
Jerman Nazi,
kedua belah pihak berbeda pendapat tentang bagaimana cara yang tepat
untuk membangun Eropa pascaperang. Selama beberapa dekade selanjutnya,
persaingan di antara keduanya menyebar ke luar Eropa dan merambah ke
seluruh dunia ketika AS membangun "pertahanan" terhadap komunisme dengan
membentuk sejumlah aliansi dengan berbagai negara, terutama dengan
negara di
Eropa Barat,
Timur Tengah, dan
Asia Tenggara.
Meskipun kedua negara adikuasa itu tak pernah bertempur secara
langsung, namun konflik di antara keduanya secara tak langsung telah
menyebabkan berbagai perang lokal seperti
Perang Korea,
invasi Soviet terhadap Hungaria dan
Cekoslovakia dan
Perang Vietnam. Hasil dari Perang Dingin termasuk (dari beberapa sudut pandang) kediktatoran di
Yunani dan
Amerika Selatan.
Krisis Rudal Kuba juga adalah akibat dari Perang Dingin dan
Krisis Timur Tengah
juga telah menjadi lebih kompleks akibat Perang Dingin. Dampak lainnya
adalah terbaginya Jerman menjadi dua bagian yaitu Jerman Barat dan
Jerman Timur yang dipisahkan oleh
Tembok Berlin.
Namun ada pula masa-masa di mana ketegangan dan persaingan di antara
keduanya berkurang. Perang Dingin mulai berakhir pada tahun 1980-an
ketika Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev meluncurkan program
reformasi, perestroika dan glasnost. Secara konstan, Uni Soviet
kehilangan kekuatan dan kekuasaannya terhadap Eropa Timur dan akhirnya
dibubarkan pada tahun
1991.
Sejarah
Latar belakang
Setelah
Perang Dunia II
berakhir, muncul beberapa peristiwa penting yang memengaruhi kehidupan
bangsa-bangsa di dunia. Peristiwa-peristiwa itu antara lain yaitu:
Pertama, Amerika Serikat muncul sebagai salah satu negara pemenang
perang di pihak Sekutu. Peran
Amerika Serikat
sangat besar membantu negara-negara Eropa Barat untuk memperbaiki
kehidupan perekonomiannya setelah Perang Dunia II. Kedua, Uni Soviet
juga muncul sebagai negara besar pemenang perang dan berperan membangun
perekonomian negara-negara
Eropa
Timur. Ketiga, munculnya negara-negara yang baru merdeka setelah Perang
Dunia II di wilayah Eropa. Perang Dunia II yang berakhir dengan
kemenangan di pihak Sekutu tidak terlepas dari peran Uni Soviet, Uni
Soviet membebaskan Eropa Timur dari tangan Jerman. Sambil membebaskan
Eropa Timur dari tangan
Jerman,
Uni Soviet mempergunakan kesempatan itu untuk meluaskan pengaruhnya,
dengan cara mensponsori terjadinya perebutan kekuasaan di berbagai
negara Eropa Timur seperti di
Bulgaria,
Albania,
Hongaria,
Polandia,
Rumania, dan
Cekoslowakia, sehingga negara-negara tersebut masuk kedalam pengaruh pemerintahan komunis Uni Soviet.
C-47s unloading at Tempelhof Airport in Berlin during the Berlin Blockade.
Presiden Truman menandatangani Amandemen Undang-Undang Keamanan Nasional tahun 1949 dengan tamu di Oval Office.
Pasukan Amerika di Vladivostok, Agustus 1918, selama intervensi Sekutu dalam Perang Saudara Rusia.
Winston Churchill, Harry S. Truman dan Joseph Stalin di Konferensi Potsdam, 1945.
Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara pemenang perang muncul
menjadi kekuatan raksasa. Dua negara tersebut memiliki perbedaan
ideologi, Amerika Serikat memiliki ideologi liberal-kapitalis, sedangkan
Uni Soviet berideologi sosialis-komunis. Dalam waktu singkat memang
pernah terjadi persahabatan di antara keduanya, namun kemudian muncul
antagonisme di antara mereka. Ada dua karakter pada periode ini,
Pertama, adanya keprihatinan akan ambisi rivalnya yang menimbulkan
pesimisme. Kedua, Amerika Serikat dan Uni Soviet merupakan kekuatan
militer yang sangat kuat dan memiliki kemampuan untuk menghancurkan
musuhnya dengan senjata atom.
Hubungan Amerika Serikat-Uni Soviet mengalami perubahan drastis
dengan terpilihnya Richard Nixon sebagai Presiden AS. Didampingi
penasehat keamanannya,
Henry A. Kissinger,
Richard Nixon
menempuh pendekatan baru terhadap Uni Soviet pada tahun 1969. Tidak
disangka, ternyata Uni Soviet juga sedang mengambil pendekatan yang sama
terhadap AS. Pendekatan ini lazim disebut détente (peredaan
ketegangan).
Setelah 10 tahun dijalankan, tampaknya Uni Soviet tidak kuat lagi
untuk menjalani détente. Akhirnya pada tahun 1979 Uni Soviet pun
menduduki Afghanistan yang sebenarnya mengundang pasukan Uni Soviet
masuk kesana untuk membantu mereka. Aksi semena-mena ini mengundang
reaksi keras dari pihak AS, Presiden AS Jimmy Carter menyatakan, agresi
Uni Soviet di Afghanistan mengkonfrontasi dunia dengan tantangan
strategis paling serius sejak Perang Dingin dimulai. Lalu akhirnya
muncullah Doktrin Carter yang menyatakan bahwa AS berkeinginan untuk
menggunakan kekuatan militernya di
Teluk Persia.
Pada Maret 1985, MG mulai memimpin
Uni Soviet.
Perubahan secara besar-besaran mulai tampak pada masa ini. Gorbachev
berbeda dengan penguasa-penguasa Uni Soviet sebelumnya, pada tahun 1987
ia berkunjung ke AS untuk mendekatkan keduanya kedalam sebuah forum
dialog. Bahkan pada tahun 1988, Persetujuan Genewa dicapai dan pada 15
Februari 1989 seluruh tentara Uni Soviet telah mundur dari Afghanistan.
Komitmen Gorbachev semakin terlihat saat Uni Soviet tidak menghanyutkan
diri dan mengambil sikap lebih netral dalam Perang Teluk tahun
1990-1991. Bahkan bantuan untuk Kuba yang telah diberikan selama 30
tahun pun dihentikan pada tahun 1991 oleh Gorbachev. Namun kebebasan dan
keterbukaan yang dicanangkan oleh Gorbachev menimbulkan reaksi keras
dari tokoh-tokoh komunis dalam negeri. Puncaknya terjadi pada Kudeta 19
Agustus 1991 yang didalangi oleh Marsekal Dimitri Yazow (Menteri
Pertahanan), Jenderal Vladamir Kruchkov (Kepala KGB), dan Boris Pugo
(Menteri Dalam Negeri). Namun ternyata kudeta itu gagal karena mendapat
perlawanan dan penolakan dari rakyat Uni Soviet dibawah pimpinan Boris
Yeltsin dan Unit Militer Uni Soviet. Sebagai akibat dari kudeta itu;
Latvia, Lithuania, Estonia, Georgia, Maldova memisahkan diri dari Uni
Soviet. Latvia, Listhuania dan Estonia sendiri berhasil memperoleh
kemerdekaan dari Uni Soviet pada tanggal 6 September 1991. Akhirnya,
Gorbachev mengakui bahwa sistem komunis telah gagal di Uni Soviet. Pada
akhir 1991, negara Uni Soviet yang telah berumur 74 tahun itupun runtuh
dan terpecah-pecah menjadi beberapa negara yang sekarang termasuk dalam
persemakmuran Uni Soviet (Commonwealth of Independent State/CIS).
Bubarnya Uni Soviet ini menandai berakhirnya
Perang Dingin dengan kemenangan di pihak AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar